Komik merupakan salah satu bentuk hiburan yang paling disukai, tidak hanya oleh anak-anak, saya pun yang sudah bukan anak-anak juga masih suka. Saking sukanya, mungkin ada banyak diantara kita yang membaca sebuah judul komik berulang-ulang. Ada komik yang pernah ditamatkan waktu kecil, sekarang dibaca lagi, yah, bisa jadi sebuah bentuk nostalgia. Komik yang saya baca kebanyakan seputar silat, komedi, dan sports. Komik sebenarnya bukan hanya sebuah bentuk hiburan karena gambarnya bagus atau ceritanya menarik, tetapi selain itu biasanya ada nilai-nilai(value) tertentu dalam cerita komik yang ternyata tidak kita sadari ketika membacanya waktu kecil dulu.
Khusus untuk komik ber-genre sports, ada tiga komik yang menarik buat saya. Selain karena ceritanya, menurut saya ketiganya membawa nilai-nilai yang sama yaitu mental “hate to lose”.
- Slam Dunk. Mengisahkan seorang berandalan bernama Hanamichi Sakuragi yang tiba-tiba “terjerumus” ke tim basket di sekolahnya, padahal sebelumnya dia tidak pernah bermain basket sama sekali. Dengan modal sifat tidak mau kalahnya terutama pada teman satu tim sekaligus pesaingnya, si jenius Rukawa, Sakuragi tidak menyerah untuk belajar dan bermain basket, selanjutnya silakan baca sendiri.
- Whistle!. Tokoh utama dalam komik ini bernama Sho Kazamatsuri, seorang anak SMP yang menyukai sepak bola namun gagal masuk ke tim sepak bola di sekolah unggulan karena skill-nya yang kurang. Meskipun demikian, dengan sifatnya yang mau belajar (benar-benar super mau belajar) dan dukungan teman-teman se-timnya, Sho pun berkembang, dan selebihnya silakan baca.
- Hungry Heart-Wild Striker. Komik yang satu ini sebenarnya tidak sebagus dua komik diatas menurut saya, tetapi nilai yang dibawa yaitu pantang menyerah dan tidak mau kalah juga tergambar dari tokoh utamanya, Kanou Kyosuke. Dalam sepak bola, Kyosuke banyak mendapat tekanan karena selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya, Seisuke yang dalam komik ini bisa bermain untuk AC Milan.
Saya sepakat dengan nilai yang diangkat, bahwa sesungguhnya kesuksesan hanya lah perkara mental. Memang saya belum melakukan atau mencari hasil riset soal ini, tapi dari fenomena lingkungan sekitar yang saya amati tampaknya berkata demikian. Seorang anak yang berhasil meraih ranking satu misalnya, terlepas dari anak itu jenius atau tidak, semuanya berawal dari drive yang cukup kuat dari dalam dirinya untuk mendapat nilai sebaik-baiknya. Mulai dari kemauan belajar sebagai persiapan, kesiapan untuk berpikir keras selama ujian, dan tentunya berdoa tidak akan dilakukan kalau dia tidak benar-benar punya semangat.
Mungkin ada juga contoh di sekitar kita orang-orang yang dianggap jenius. Contoh nyata terjadi semasa sekolah, ketika ada orang yang tampaknya malas, di kelas sering tidur, tetapi tiba-tiba nilanya tertinggi di kelas. Kita sebagai temannya hanya bisa memaklumi dan berkata “yah, dia kan memang gifted”. Tapi kok secara pribadi saya tidak percaya kalau mereka bisa seperti itu tanpa belajar, pasti dalam kesuksesannya ada peran dari perasaan tidak mau kalah yang berlanjut pada usaha.
I hate to lose more than I love to win. (Jimmy Connors, American Tennis Player)